Senin, 10 September 2018

Privacy Policy

Mojoyogo Dev built the YouTube to MP3 Downloader app as a Free app. This SERVICE is provided by Mojoyogo Dev at no cost and is intended for use as is.
This page is used to inform visitors regarding my policies with the collection, use, and disclosure of Personal Information if anyone decided to use my Service.
If you choose to use my Service, then you agree to the collection and use of information in relation to this policy. The Personal Information that I collect is used for providing and improving the Service. I will not use or share your information with anyone except as described in this Privacy Policy.
The terms used in this Privacy Policy have the same meanings as in our Terms and Conditions, which is accessible at YouTube to MP3 Downloader unless otherwise defined in this Privacy Policy.
Information Collection and Use
For a better experience, while using our Service, I may require you to provide us with certain personally identifiable information, including but not limited to Music, download. The information that I request will be retained on your device and is not collected by me in any way.
The app does use third party services that may collect information used to identify you.
Link to privacy policy of third party service providers used by the app
Log Data
I want to inform you that whenever you use my Service, in a case of an error in the app I collect data and information (through third party products) on your phone called Log Data. This Log Data may include information such as your device Internet Protocol (“IP”) address, device name, operating system version, the configuration of the app when utilizing my Service, the time and date of your use of the Service, and other statistics.
Cookies
Cookies are files with a small amount of data that are commonly used as anonymous unique identifiers. These are sent to your browser from the websites that you visit and are stored on your device's internal memory.
This Service does not use these “cookies” explicitly. However, the app may use third party code and libraries that use “cookies” to collect information and improve their services. You have the option to either accept or refuse these cookies and know when a cookie is being sent to your device. If you choose to refuse our cookies, you may not be able to use some portions of this Service.
Service Providers
I may employ third-party companies and individuals due to the following reasons:
  • To facilitate our Service;
  • To provide the Service on our behalf;
  • To perform Service-related services; or
  • To assist us in analyzing how our Service is used.
I want to inform users of this Service that these third parties have access to your Personal Information. The reason is to perform the tasks assigned to them on our behalf. However, they are obligated not to disclose or use the information for any other purpose.
Security
I value your trust in providing us your Personal Information, thus we are striving to use commercially acceptable means of protecting it. But remember that no method of transmission over the internet, or method of electronic storage is 100% secure and reliable, and I cannot guarantee its absolute security.
Links to Other Sites
This Service may contain links to other sites. If you click on a third-party link, you will be directed to that site. Note that these external sites are not operated by me. Therefore, I strongly advise you to review the Privacy Policy of these websites. I have no control over and assume no responsibility for the content, privacy policies, or practices of any third-party sites or services.
Children’s Privacy
These Services do not address anyone under the age of 13. I do not knowingly collect personally identifiable information from children under 13. In the case I discover that a child under 13 has provided me with personal information, I immediately delete this from our servers. If you are a parent or guardian and you are aware that your child has provided us with personal information, please contact me so that I will be able to do necessary actions.
Changes to This Privacy Policy
I may update our Privacy Policy from time to time. Thus, you are advised to review this page periodically for any changes. I will notify you of any changes by posting the new Privacy Policy on this page. These changes are effective immediately after they are posted on this page.
Contact Us
If you have any questions or suggestions about my Privacy Policy, do not hesitate to contact me.
This privacy policy page was created at privacypolicytemplate.net and modified/generated by App Privacy Policy Generator
Read More..

Rabu, 29 Maret 2017

Mengoptimalkan Akuntabilitas Sosial Melalui Pendidikan Politik

            Amplop Terlalu Kecil, Money Politic pun Dilaporkan”. Begitulah salah satu judul berita di solopos.com pada jumat 12 April lalu. Berita yang menginformasikan adanya praktek kecurangan dalam pilkades di kabupaten Klaten tersebut bukanlah sebuah berita yang menghebohkan bagi para pembacanya. Sudah menjadi rahasia umum apabila uang turut menjadi pelumas di hampir seluruh proses politik di Indonesia mulai dari pilkades hingga pilpres, dari pembuatan kebijakan hingga pelaksanaan kebijakan.
Hal tersebut sudah cukup untuk menggambarkan kepada kita bagaimana wajah demokrasi Indonesia saat ini yang pada hakekatnya merupakan alat terpenting untuk mewujudkan good governance justru hanya menjadi simbol belaka, partisipasi politik yang diharapkan dalam setiap proses politik pun hanya tinggal harapan. Yang terjadi justru mobilisasi oleh orang-orang yang memiliki kapital dan orang-orang yang berkolusi dengan para pemilik modal yang semakin merabunkan mata kita untuk membedakan mana demokrasi Indonesia dan mana otoritarianisme uang .
Di sisi lain, kita juga dapat melihat bagaimana sinergisme dan peran ketiga pilar utama good governance yang terdiri dari dari negara, swasta, dan masyarakat sipil ini masih belum berjalan sesuai harapan. Negara justru membawa kita semakin jauh dari cita-cita bangsa dengan kebijakan-kebijakannya yang bersifat kolutif dan tidak berpihak kepada rakyat. Tidak berbeda dengan sektor swasta yang terus-menerus mengeksploitasi sumber daya tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.
            Lantas dimanakah  peran dari masyarakat sipil yang seharusnya menjadi alat kontrol sosial dan pencipta demokrasi yang baik? Serta bagaimana seharusnya masyarakat sipil menggunakan negara untuk mensejahterakan dirinya? Bersandar dengan isu-isu tersebut essay ini juga akan membahas betapa penting dan vitalnya akuntabilitas sosial guna membangun good governane.
Masyarakat Sipil dalam Good Governance
Terdapat tiga kekuatan yang menentukan kesejahteraan sosial sejauh ini yaitu negara, pasar, dan masyarakat sipil. Diantara ketiga kekuatan diatas, tak sedikit orang menganggap masyarakat sipil lah yang paling dianggap lemah karena paling tidak memiliki kekuasaan, kemampuan dan kesempatan secara strategis guna membentuk tatanan sosial menurut visi dan pandangan mereka. Namun apabila kita teliti lebih dalam lagi sebagaimana pengertian masyarakat sipil menurut Gramscian yang menganggap masyarakat sipil sebagai alat untuk menghadapi hegemoni ideologi negara[1].
Dari perspektif yang dikemukakan oleh Gramscian, dapat dipahami bahwa sebenarnya diantara kekuatan yang ada justru masyarakat sipillah yang memiliki kekuatan paling besar untuk menentukan kesejahteraan sosial. Bagaimana tidak, kehadiran masyarakat sipil dalam suatu negara merupakan suatu alat kontrol sosial dan politik yang sewaktu-waktu dapat menjadi bumerang bagi negara itu sendiri ketika negara tidak dapat menjalankan perannya dalam memberikan hak dan kewenangan terhadap masyarakat. Runtuhnya orde baru di Indonesia merupakan salah satu contoh bagaimana besarnya peran masyarakat untuk merubah sistem negara menjadi lebih pro rakyat. Hal ini sekaligus menjadi titik awal perubahan paradigma masyarakat Indonesia itu sendiri, dari paradigma dimana masyarakat Indonesia yang hanya patuh dan taat terhadap birokrasi atau lebih dikenal dengan masyarakat birokratik menjadi masyarakat sipil yang kritis dengan fasilitas baru bernama demokrasi.
Meskipun dengan adanya fasilitas baru bernama demokrasi ini bukan berarti serta merta memudahkan negara  mencapai kesejahteraan sosial, harus ada sinergi yang baik antara masyarakat dengan negara. Dengan adanya demokrasi sebagai sistem politik yang lebih berorientasi pada masyarakat, masyarakat sangat berperan penting terhadap jalannya pemerintahan terlebih karena sejatinya di dalam sistem ini posisi negara bukanlah penganyom, pembina dan pengawas melainkan menjadi patron dari masyarakat itu sendiri[2] karena seperti dijelaskan di awal tadi bahwa kekuatan yang dimiliki masyarakat lebih besar dari negara atau posisi negara dapat digambarkan sebagai alat dari masyarakat itu sendiri untuk mensejahterakan dirinya.
Dengan vitalnya peran masyarakat ini, masyarakat juga dapat menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Kesejahteraan sosial hanya akan terwujud apabila masyarakat dapat menggunakan negara dengan baik dan benar, untuk itu diperlukan kekuatan yang baik pula guna menggerakkannya. sejatinya sumber kekuatan berasal dari kepercayaan masyarakat terhadap elit untuk menggerakkan roda pemerintahan, tentunya kepercayaan yang dimaksud merupakan kepercayaan yang murni tanpa ada tekanan ataupun intervensi dari pihak lain. Akan tetapi ketika kekuatan itu berasal dari kepercayaan yang “dibeli” maka kekuatan yang timbul merupakan kekuatan yang siap meledakkan masyarakat itu sendiri.
Atas dasar itu, negara hanya akan sejahtera apabila masyarakat yang ada merupakan masyarakat yang kompak dan konsisten untuk meraih tujuan bersama dan masyarakat seperti itu juga hanya akan terwujud apabila setiap individu mau dan sadar atas perannya terhadap negara guna mensejahterakan kehidupannya dan khalayak banyak bukan untuk dirinya saja. Rakyat yang menolak peran negara hanya akan menghambat kesejahteraan sosial yang merata, karena sejatinya kesejahteraan sosial yang merata hanya akan tercapai melalui negara.


Minimnya Akuntabilitas Sosial
Turunnya Soeharto dibarengi dengan runtuhnya orde baru memulai awal babak reformasi birokrasi di Indonesia. Yang paling mendasar adalah berubahnya sistem politik Indonesia dari otoriterianisme menjadi demokrasi. perubahan sistem ini lantas merubah semua kebijakan pemerintah dari yang awalnya represif dan tertutup menjadi lebih terbuka dan demokratis.
Namun, Berubahnya sistem politik ini juga tidak dapat sepenuhnya dapat dikatakan berhasil. Sisa-sisa budaya kotor peninggalan orde baru masih dapat dicium jelas saat ini. Korupsi, kolusi dan nepotisme masih menjadi isu hangat di media-media setiap harinya. Hal tersebut menunjukkan pula bahwa akuntabilitas sosial dan politik masih sangat minim, masyarakat yang seharusnya menjadi partner dari negara dan sektor swasta dalam mensejahterakan dirinya justru hanya menjadi penonton saja. Akuntabilitas sosial yang memiliki arti proses keterlibatan yang konstruktif antara warga negara dengan pemerintah dalam memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik, politisi dan penyelenggara pemerintah[3] pun seolah dapat dibeli hanya dengan uang Rp 30.000, pakaian atau sembako saja.
            Hal ini jelas merupakan suatu kebodohan publik yang sangat mendasar, jika yang dipertanyakan adalah akuntabilitas negara kepada rakyatnya tentunya rakyat dapat menuntutnya bagaimanapun caranya. Namun apabila rakyat yang seharusnya menuntut akuntabilitas politik tersebut justru sangat mudah untuk dimobilisasi dan cenderung apatis dengan segala kebijakan yang diterapkan oleh negara maka dimanakah demokrasi berada? Dan bagaimana bisa cita-cita bangsa dapat terwujud?
Pentingnya Pendidikan Politik
Tak dapat dipungkiri, pendidikan merupakan aspek penting yang tidak terpisahkan dari program pembangunan negara. Pembagunan suatu negara hanya akan berjalan dengan lancar tergantung kualitas sumber daya manusia, melalui pendidikan lah sumber daya ini dikelola untuk memiliki kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mensejahterakan negara.
Selain itu, Pendidikan juga mempunyai peran untuk menegakkan kontrol sosial guna melancarkan proses demokratisasi. oleh karena itu melalui pendidikan politik yang menurut UU No.2 Tahun 2011, pasal 1 ayat (4) memiliki arti proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan mampu melahirkan masyarakat yang melek politik dan tidak mudah dimobolisasi oleh para pemilik kapital dan para penguasa hanya dengan menggunakan uang, sembako atau pakaian.
Hal ini dapat diwujudkan antara lain dengan memperkuat pendidikan politik melalui kurikulum pendidikan dan menyisipkannya misalnya di acara-acara rutin dalam  Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).      
Penutup
Dengan terwujudnya masyarakat yang melek politik, masyarakat dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Semua ini tidak lepas dari kemampuan bidang pendidikan untuk mencapai tujuannya yaitu mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjadi warga negara yang baik yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang memadai untuk berperan serta secara proaktif dalam pembangunan.
Fungsi kontrol serta pencipta demokrasi yang baik pun berjalan dengan optimal. Negara pun dipaksa akuntabel dan transparan kepada masyarakat terhadap apa saja kebijakan yang diterapkan. Selain itu, keadaan ini juga memudahkan terlahirnya pemimpin yang berakhlak, kredibel dan kapabel yang pada akhirnya juga mewujudkan good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik pula.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R, 2008. Governance, Social Accountability and the Civil Society, JOAAG, (Vol. 3. Nomor 1)
Ali, Denny Januar, 2006. Demokrasi Indonesia: Visi dan Praktek. Sinar harapan, Jakarta
Mayo, Peter, 2005. "In and Against the State": Gramsci, War of Position, and Adult Education Journal for Critical Education Policy Studies (Vol 3, Nomor 2)
Jondar, Aloysius, 2003. Konsep-konsep Sosiologi dan Politik. Lutfansah Mediatama, Surabaya
Labolo, Muhammad, 2012. Memperkuat Pemerintahan Mencegah Negara Gagal. Kubah ilmu, Jakarta
Siregar, Ashadi, 2011. Democratic Governancedan Hak Azasi Manusia : Makna Kebebasan Pers dalam Otonomi Daerah, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (Vol.14, Nomor 3, Maret)
Ambardi, Kuskridho, 2011. How Smart Can We Go? The quality of Campaign Information in the 2009 Presidential Election, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (Vol.14, Nomor 3, Maret)
Jahidi, Idi, 2004. Peranan Masyarakat Sipil Menuju Sistem Pemerintahan Negara Yang Demokratis, Tugas akhir Pasca-sarjana UNPAD.
    



[1]  Mayo, Peter, 2005 "In and Against the State": Gramsci, War of Position, and Adult Education Journal for Critical Education Policy Studies (Vol 3, Nomor 2)
[2] Denny J.A , “Mahasiswa, Masyarakat dan Negara”  dalam buku Demokrasi Indonesia: Visi dan Praktek ,(Jakarta:Sinar harapan,2006) hal 102
[3] Disampaikan oleh Angelita Gregorie Medel, Ph.D dalam workshop “Re-Thinking: Akuntabilitas Sosial di Indonesia” di Hotel Mitra Bandung pada 28-29 Januari 2010
Read More..

Ironi Pendidikan di Pulau Garam


            “114 Siswa Tak Ikut Unas, Mayoritas Lantaran Memilih Menikah” Begitulah salah satu judul berita di radarmadura.co.id beberapa saat lalu menjelang UN. Berita yang menginformasikan banyaknya siswa yang lebih memilih kawin daripada berjuang menghadapi ujian nasional ini menjadi ironi tersendiri bagi dunia pendidikan kita, bahkan hal ini juga turut memberikan stigma negatif terhadap orang-orang Madura yang hampir setiap tahun menjelang UN angka siswa yang kawin menjadi sorotan tersindiri bagi banyak media.
            Hal ini juga cukup menggambarkan kepada kita bagaimana minimnya kesadaran masyarakat Madura akan pentingnya pendidikan bagi mereka sebagai salah satu jalan untuk merubah nasib mereka dan memakmurkan mereka. Di sisi lain, berita tersebut juga sedikit-banyak memberi pesan terhadap kita bagaimana perasaan para siswa-siswi Madura yang lebih mempercayakan nasibnya kepada bakal calon istri dan suaminya daripada Ijazah SMA yang akan dia dapatkan setelah lulus nanti yang bisa kita anggap sebagai wujud dari pemerintah atas program pendidikannya.
            Gayung bersambut, kata berjawab. Tidaklah heran jika BPS menempatkan empat kabupaten di Madura di delapan terbawah Indeks Pembagunan Manusia terendah di Jawa Timur pada tahun 2012. Bahkan Kabupaten Sampang berada pada urutan terbawah. Hal ini juga menjadi jawaban dan akibat akan buruknya minat pada pendidikan masyarakat Madura serta Pendidikan itu sendiri dan tentunya hal ini harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah pusat,dan daerah lebih khususnya.
            Lantas kemanakah peran pemerintah selama ini yang seolah membiarkan berita ini selalu hangat di berbagai  media setiap tahunnya dan apa saja kendala yang menjadikan hampir 70 persen warga di Madura masih berpendidikan dibawah SMA(Radar Madura 2014) ?
Bersandar dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam essay yang singkat ini akan coba penulis sampaikan berbagai pengalaman selama 12 tahun mengenyam pendidikan di Madura dan solusi untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.
Read More..

Menggapai Sukma Firdaus dalam Muslim Seutuhnya ; Implementasi Surat Al Ashr dalam Menghadapi Tantangan Zaman


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.– (QS.2:208)
            Sangatlah mudah mencermati ayat diatas, Insya Allah kita semua paham maksud dari ayat tersebut bahwa dalam menjalani kehidupan sebagai umat islam tidak boleh setengah-setengah dan harus secara total, yang dalam ayat tersebut dikatakan masuk ke dalam islam secara kaffah atau secara keseluruhan. Dimana secara keseluruhan yang dimaksud adalah islam yang mencakup segala aspek, mulai dari yang berkaitan dengan iman, akhlak, ibadah, muamalah bahkan yang berkaitan dalam urusan pribadi,berumah tangga, bermasyarakat maupun bernegara.
            Tentu pemandangan islam secara kaffah yang pernah diamalkan oleh Rasul dan sahabatnya ini menjadi sesuatu yang langka dan cenderung utopis untuk kita temukan dalam generasi saat ini yang sedang dalam ambang dekadensi akhlak, kemerosotan aqidah dankrisismoralyang jelas menunjukkan bahwa banyak dari kita tanpa disadari telah mengikuti langkah-langkah syaitan seperti yang tertulis dalam ayat diatas. Lebih dari itu,mungkin ada diantara kita bahkan telah lalim dan menyamai prestasi iblissebagai makhluk yang hanya sekedar mengakui adanya Allah namun tidak mau tunduk dengan apa yang di syariatkanNya.
            Tak dapat dipungkiri bahwa zaman yang kita hadapi saat ini lebih berat dari tantangan umat muslim pada zaman nabi terdahulu, khususnya dalam hal keislaman. Dimana bisikan-bisikan syetan di zaman ini mampu tersamarkan oleh kecanggihan teknologi dan informasi yang mampu merambat melalui segala penjuru mulai dari televisi, media massa, ataupun internet. Dekadensi dan degradasi akhlak serta aqidahpun secara bebas dapat tampil dalam selimut ilmu pengetahuan yang menggiurkan namun menyesatkan.
            Di tengah tantangan yang begitu berat yang telah penulis paparkan diatas, lantas dimanakah posisi kita saat ini seharusnya?, cukupkah dengan menjadi muslim saja-yang hanya memenuhi lima rukun islam dan enam rukun iman kita mampu membendung arus kemerosotan zaman ini dan lolos dari gilasannya? Bersandar dari pertanyaan-pertanyaan tersebut essay ini juga akan berusaha untuk menjawab  muslim yang ideal dalam menghadapi tantangan-tantangan dalam kemerosotan zaman ini.
Read More..

Refleksi Orientasi Politik Pergerakan Pra-kemerdekaan dalam Membangun Mental Bangsa


Sudah hampir habis rasanya gairah  membicarakan nasib bangsa ini kedepan, ekspektasi bangsa yang besar di tahun lalu kini semakin hari semakin pupus dan perlahan justru menjadi amarah yang siap meledak kapan saja. Sosok pemimpin yang diharapkan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik justru kian hari mempertegas sinyalemen kemunduran bangsa ini dibawah komandonya.
Sinyalemen-sinyalemen tersebut sejatinya mudah kita lihat hari ini, mulai dari keadaan ekonomi kita yang semakin kronis hingga persepakbolaan kita yang semakin bobrok. Belum lagi stabilitas politik serta kesatuan bangsa kita yang semakin terancam. Barangkali hal ini masih bisa diperdebatkan, namun di pemilu kemarin kita dapat melihat api perpecahan tersebut tersulut diantara kita selain itu pemilu yang dianggap sebagai pesta demokrasi telah membuat bangsa ini seolah dirubah menjadi orang lain yang saling mencurigai satu sama lain.
Dan yang lebih memprihatinkan lagi keadaan ini justru tampak jelas juga terjadi  pada para wakil rakyat serta petinggi-petinggi negara yang seharusnya menjadi teladan bagi bangsa ini. Mulai dari dua kelompok partai politik yang belum juga mampu meredakan ego dan memulai kerjasama bahu-membahu  membangun bangsa ini serta konfrontasi antara lembaga penting negara yang membuat rakyat semakin cemas akan  masih tegaknya hukum di negeri ini.
Read More..